Pages

Kamis, 14 Oktober 2010

Berbanyak sangka lewat suapan makan.

Jika makan sekedar urusan mengisi perut dan rutinitas penahan lapar, maka tinggallah saja dihutan. Jauh dari keramaian, makan apa saja, tak perlu berinteraksi dengan orang lain. 

Baginya, makan tidak sekedar basa-basi pengganjal lambung. Ada rahasia dibalik kenikmatan makan yang tak hanya melayangkan tangan lalu mengarahkannya kedalam mulut yang berlanjut dengan proses menelan.
Karena alasan itu pula dia lebih suka makan ditengah keramaian. Dia punya kegemaran unik, memperhatikan cara makan orang lain.


" Kau tegok lah itu, Jang. Dia menggempal semua nasinya. Agaknya dia lelaki percaya diri. "  Yang diajak bicara diam saja, memilih melumat makanan tanpa suara.

Baru saja Ujang berpaling dari orang yang ditunjuk, dia berbisik lagi. " Nah, kau tengok orang diujung sana. Makannya pelan. Kukira dia orang yang lembut."

Bujang sebenarnya jengah. Tapi, apalah nak dikata, kalau tak bersabar-sabar, tak dapatlah dia makan malam gratis.

" Jang, ha! Kalo orang berdua sebelah kanan tu.... " Belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, Ujang menyela.

" Tak baek kita memperhatikan orang makan. Kalo orang tuh dah tesinggung, habislah kita." 

Dia tersenyum saja. " Tak paham rupanya kau maksudku. Tiap orang beragam cara makannya, kawan! Itu patut kau jadikan iktibar untuk hidup." 


Dia tersenyum lalu pergi setelah menyeruput teh panas dengan Rosella. Piring masih beradu dentingan dengan sendok.



Tag : Flash Fiction Blogfam MPID





Photobucket
Read more...