Dear
Bapak Pemilik Mall
di Batam
Apa kabar, pak? Semoga bapak dan keluarga dalam keadaan sehat tak kurang satu apapun. Amiinn.
Begini, pak. Ada satu hal yang membuat saya kefikiran dan gelisah tentang niatan Bapak yang akan membangun mall baru yang namanya bapak
buat terlalu gembar-gembor untuk menarik pelanggan.
Kenapa harus membangun mall untuk mengeruk uang, pak? Bapak pasti tahu kalau di Batam, mall itu sudah berserak serupa kepinding di sela tempat tidur yang tak pernah dijemur bertahun tahun di tempat lembab.
Ah, saya lupa! Menurut saya, mungkin bapak sudah tak menghitung sebanyak apa mall yang berserak itu. Karena saya duga, bapak
hanya pendatang pemilik uang berkoper-koper. Nah, mari saya ajak Bapak
menandanginya satu persatu mall yang saya bilang tadi.
Kita mulai dari ujung
Batam sebelah pelosok dulu ya, pak. Nah, itu dia yang saya bilang tadi!
Namanya Sagulung Mall, pak. Baru dibangun sekitar setahun lalu.
Berjalan lagi, kita
bertemu dengan Aviari Plaza dan sedikit kekanan, itu! Itu namanya Mitra
Mall. Putar haluan lagi, kita akan kekiri. Dan terlihatlah itu
puncak SP Plaza, trus sedikit lagi akan kita jumpai mall baru buka-yang belum genap-satu tahun. Ada kolam renang dan water boomnya loh.
Lanjut lagi, kita lurus saja, sampai sekitaran Muka Kuning. Ada Batamindo Plaza dan Hey! Itu dia Panbil Mall dan Plaza nya, Pak.
Keren ya, Pak. Dan
sekarang Bapak Mau bangun Mall lagi disimpang enam arah Batam Centre
dekat Pos Polisi dengan mengusung nama Pulau kita. Mantab! Padahal, tak
sampai dua kilometer didepan sana ada mall yang katanya Mega.
Hahahaha.. Saya terbahak, pak.
Pak, perkiraan saya,
agaknya bapak membangun ruang kota bertingkat itu guna mencukupkan
kebutuhan orang-orang kota yang butuh keramaian. Betul tak ya, Pak?
Mari saya bisiki satu rahasia besar pada bapak. Mari sini, dekat lagi, Pak.
Kalau bapak mau tahu,
orang kota yang butuh sarana keramaian itu sebetulnya hatinya saja yang
kesepian, pak. Bapak bangunkan pun seratus mall lagi tetap akan sepi
saja hati mereka. Yang mereka butuhkan cuma tempat rekreasi segar dan
hijau. Bukan bangunan berpendingin buatan begini!
Pak, cobalah ubah
sedikit cara pandang bapak ke orang-orang kesepian tadi. Buatkanlah
semacam hutan wisata atau arena permainan menantang layaknya Pasar Malam
Tradisional yang saban bulan ramai itu.
Bukan hanya
menggunduli lahan saja yang Bapak tanda tangani. Memang, dengan membuka mall, berarti Bapak sudah berpartisipasi mengurangi angka pengangguran
dan menambah uang negara.
Pak, pernah bapak
dengar cerita kami di masa lalu, sekitaran dua puluh tahunan silam?
Kalaulah belum, mari sini, saya tak pelit berbagi cerita.
Dulu, sebelum bapak
mereka-reka bagian gedung kotak-kotak berpendingin itu, kami telah lama
akrab dengan tanahnya. Kami bergulingan dan bermain apa saja disana
yang -pasti- tak pernah dirasakan oleh anak bapak sekarang ini.
Kami mencungkili tanah membuat lubang agar bisa berpatok lele, kami menggambari tanah agar bisa bermain jengket. Kami juga bebas berlarian bermain sembunyi-sembunyian di malam hari yang terang bulan, untuk kemudian beragam jenis goresan luka di paha dan kaki kami hanya karena bermain gobak sodor begitu gembiranya.
Lalu, bapak diam-diam mulai meniupkan angin surga ke orang tua kami yang udik dan tak paham istilah Pembangunan berkedok Pembodohan. Maka, hilanglah semua permainan kami itu, pak.
Sudah terlambat memang kalau bapak ingin mengubah anggapan orang tua kami tentang Pembangunan berkedok Pembodohan yang telah bapak doktrinkan jauh-jauh hari dulu.
Tapi, pernahkah bapak bayangkan bagaimana nasib cerita masa kanak-kanak
anak bapak yang tak sebahagia kami dulu? Masa kecil kami, tak sesuram
masa kecil mereka kini yang tak pernah menyentuh lembutnya tekstur tanah
yang wangi.
Lalu, suatu hari nanti, mulut anak-anak Bapak itu akan menganga lebar mendengar cerita kami dan istilah gobak sodor, patok lele dan lainnya.
Jika saat tiba, mereka akan merapatkan tangannya pada paha-paha kami-saking berdesakannya mereka-demi mendengar satu dua bualan masa kecil kami yang bahagia.
Dan kami yang beruntung ini, akan menatap mata mereka dengan tatapan peri baik hati pemberi harapan berbagi cerita.
Semakin meleleh ingin
mereka mendengarkan kami, semakin iba kami pada mereka. Lalu, karena tak
kuasa untuk berbagi, kami pun dengan jumawa yang paling pongah, akan
beranjak meninggalkan mereka yang mengharap cerita indah masa lalu
hingga terbawa kedalam mimpinya.
Itulah saat dimana
kami menang melawan bapak. Lewat anak-anak bapak yang masa kecilnya
telah bapak rampas lewat tangan bapak sendiri.
Sebelum semua angan
licik kami terwujud, baik pertimbangkan lagi Hutan Wisata untuk kota
kita ini, pak. Atau sekedar membuatkan pohon beberapa batang saja di depan mall milik bapak itu. Saya, bapak, kita, mungkin belum terlalu merasakan dampak dari pohon yang tertebang atau efek dari pendingin mall yang merusak ozon kita. Imbasnya akan dirasakan oleh anak cucu bapak nantinya.
Baik fikirkan lagi, bagaimana nanti sedihnya melihat mereka harus berpakaian pelindung tubuh kemana-mana agar terhindar dari sinar matahari. Atau bagaimana nanti polosnya mereka bertanya tentang pohon karet, pohon pisang, pohon Nenas dan pohon Rambutan yang sudah tidak ada lagi pada masa itu.
Baik fikirkan lagi, bagaimana nanti sedihnya melihat mereka harus berpakaian pelindung tubuh kemana-mana agar terhindar dari sinar matahari. Atau bagaimana nanti polosnya mereka bertanya tentang pohon karet, pohon pisang, pohon Nenas dan pohon Rambutan yang sudah tidak ada lagi pada masa itu.
Kalau masalah tenaga kerja yang jadi pikiran Bapak, Hutan
Wisata pun membutuhkan tenaga kerja untuk merawat tanaman,
membersihkan kolam ikan, untuk merawat bunga, untuk mengubah sampah
menjadi pupuk dan lain sebagainya, Pak.
Semuanya berpulang pada Bapak pendatang pemilik uang berkoper-koper.
_______________
Selamat Mbak, tulisannya semalam ditampilkan pas acara penyerahan hadiah di Goethe Institut, Jakarta. Masuk 100 besar apa malah 20 besar, saya tidak ingat. :D
BalasHapusBtw, salam kenal.
Makasih, bang Eko.
BalasHapusSukurnya masuk 20 besar. Pengennya masuk 3 besar malah.. Hahaha
sayangnya kemaren saya gak bisa datang. Makasih udah mampir kesini ya. :)
salam kenal mbak, selamat ya masuk 20 besar...
BalasHapustulisan saya cuman nangkring di nomor 50, jadi ngiri dehh heheh :P
Salam kenal kembali dari saya, mbak Riana :)
BalasHapusSemoga kedepannya ada acara beginian ya, mbak. jadi, kita bisa ikutan dan bertukar info lagi.
ya ampuuun saya laki-laki! udah berapa kali nih dikira cewek -_-
BalasHapusnb. tukeran link yukk