Pages

Rabu, 30 Juni 2010

Ayah menyumpahi Pukat Harimau.

Kata ayah dulu, kalau awan sedang bergumpal - gumpal dan berarak seperti sekarang, berarti ikan sedang bertelur dan nelayan akan panen tangkapan. Ku iya kan saja.
 
Ibu bilang, kalau ayah nanti berlayar, aku dan tiga adikku akan dijaga Mak Ngah. Ibu mau ke kota kecamatan. Ada yang butuh orang gajian disana. Aku menurut saja.


*****


” Sudah seminggu kalian disini. Tak juga datang Mak mu itu, uangku sudah habis untuk makanmu. “

Aku belum mengerti apa maksud Mak Ngah. Ku diam kan  juga. Mak Ngah memang biasa merepet panjang tak karuan seperti ini. Sudah tabiatnya.


*****


” Jangan lupa kau belajar. Nak Dara itu harus pula bersekolah. Kau ingatlah itu. “

” Pensilku tak ada lagi. “

” Kalau mak dah dapat uang, nanti mak belikan. Belajar sajalah yang rajin. Jaga juga adik mu ya.”

Itu kata ibu, sebelum Mak Ngah tiap hari berwajah masam padaku. Kalau sudah merepet panjang seperti ini, anak Mak Ngah yang tujuh orang itu menjauh, tak mau jadi korban selanjutnya.


*****


” Tiap hari yang kau kerjakan cuma belajar saja. Nanti pun cuma jadi istri pelaut. Sudah selesai jaring itu kau kerjakan ? “

Aku mengangguk.

“Kalau bukan anak adikku, sudah lama kau dak disini. Makanmu banyak ! “

Lagi - lagi aku diam. Kulihat Bang Yus keluar rumah.

” Yus, nak kemana kau ?  Aih, anak bujang dirumah ini pun dak ada yang bisa melegakan hati.”


*****


Ayah pulang melaut, tangkapan tak banyak. Pukat Harimau, katanya. Ibu tak juga pulang, sudah dua purnama. Tak ada yang tau di rumah mana ibu jadi orang gajian.

Sekarang aku dan adik tinggal dengan ayah, sebenarnya kami lebih sering ditinggal. Kalau malam ayah selalu ke kedai Wak Mira, minum kopi dan berbual sambil memakai sarung.

Belakangan ini, nelayan tak banyak tangkapan. Pukat harimau berulah, itu saja pembicaraan bapak - bapak di kedai sana. Sampai bosan aku mendengar.


*****


” Kalau nanti kalian harus kawin, kuharamkan kawin dengan orang pukat harimau itu ! Bikin sial ! “

Kadang aku heran, kenapa ayah jadi marah tentang pukat itu ke kami ? Ah, sudahlah, biarkan saja. Mungkin ayah juga bingung mengurus empat anak tanpa istri. Ibu belum juga pulang.


*****


Mak Ngah datang kerumah siang - siang.

” Ayah kalian ditahan polisi. Dia membunuh orang. “

Aku kaget, tak mungkin ayah membunuh. Itu bukan tabiatnya.

” Cepatlah ! Kita ke kecamatan sekarang. “


*****


” Ayah membunuh orang pukat harimau itu ! Biar dia jera, tak lagi menyiksa nelayan. “

Kudengar polisi memanggil nama ayah, istri yang dibunuh ayah tak terima kalau ayah hanya di penjara saja. Mungkin dia ingin meludahi orang yang membunuh suaminya.

Aku mengiringi ayah keruang yang diperintah polisi. Sudah ada perempuan menunggu disana, dia istri orang yang mati itu. Aku gemetar, tapi ayah tenang saja. Perempuan itu menoleh ke kami. Wajahnya tak asing. Dia ibu kami.

0 komentar:

Posting Komentar