Pages

Rabu, 08 Desember 2010

Negeri Nelayan pelosok Pulau

[si ikan asin]

Ikan kering belah yang terpanggang dibawah bara sinar surya menggerutu. Tak terima ditakdirkan sebagai ikan peda yang harus tersungkur dipinggiran piring nelayan miskin, yang dua hari tak melaut. Boroknya meradang, menggatal.


[bini bersarung]

Perempuan berambut kusut tergelung karet gelang memukuli tilam kasar sekali. Menyaru serupa kesurupan, ujung bibir mengkerucut dari tadi, menggeram sebab laki tak melaut. Anak terkencing tengah malam. Menambah lengkap bau sarung yang semula hanya berbau amis belacan.


[penjual belanga]

Penjaja belanga angsuran menyeka keringat seratus delapan belas kali sejak melewati rumah pertama. Cicilan tersendat mirip lubang air tersumbat kayu. Gelisah mengenangkan istri tengah mengidam acar salak dan sate rusa.


[tukang kedai kopi]

Mengumpat terperanjat, tangan terpercik air termos lantaran melirik lelaki yang akan menghutang lagi. Hampir dua lembar bon belum dibayar sejak berganti purnama kemarin.


[laki bebini]
Makan ubi sepinggan besar dibagi berdua. Laki siperempuan bersendawa kasar, seolah tak ada pembatas antara tenggorokan dan kerongkongan.

Bini silelaki menjemur sisa kudapan agar bisa dimakan lagi. Laki bebini itu selalu menyebut ubi -yang sudah jadi makanan pokok mereka dua minggu lalu- sebagai kudapan, untuk membesarkan hati. 


[nelayan]

Duduk bertelanjang dada sambil menggaruk-garuk kedalam sarung. Pangkal paha hingga sela jari kaki gatal terkena alergi, terlalu banyak memakan nasi jagung dengan cumi busuk yang dikeringkan tak memakai garam.
Anak disampingnya mencungkili tiang rumah menyusuri persembunyian rayap. Sementara, emaknya asik menyapu pasir yang menghabu diiringi dendang Melayu dari radio transistor yang berkarat tempat baterainya.


_________________________

Badai mengamuk mengadu gelombang, pasang naik pitam. Dihamtamnya apa saja yang menghalangi hadapan. Teriakan nakhoda memutar haluan tak terdengar sebagian anak buah kapal yang sedang menimba air diburitan.

Sah, kapal karam. Awak kapal yang panik, menghalalkan ban sebagai pelampung. Nakhoda berdoa tak putus, berharap semoga ombak sebesar gunung menghempaskan tubuhnya kebibir pantai. Bayangan anak lelakinya sedang meniup umang-umang semakin nyata.

Nakhoda masih terus saja mengucap semoga dalam tiap harapannya. Semoga, ada perahu nelayan yang melihatnya sedang termegap-megap mempertahankan selembar nyawanya yang semakin kaku.
Sialnya, kata semoga selalu terkeluar untuk sesuatu pinta yang sangat tidak masuk akal.

_______________

Delapan tubuh kaku membujur diberanda masjid untuk disembahyangkan. Selepas Dzuhur dikubur. Badai sedikit melembek pertanda belasungkawa penghantar manusia yang jadi korbannya.

Hingga dua minggu selepas itu, belum ada nelayan yang mau melaut. Sajen kepala kerbau belum disuguhkan  pada penguasa bahari sebagai tanda permintaan izin sebelum menebar sauh kembali.
Tak ada nelayan yang beruang lebih, entah sampai kapan kerbau ditempat pemotongan terbeli. 


[Tukang Jagal]

Tukang jagal sudah gatal telapak tangannya, asik mengasah parang sejak kemarin. Modal sudah terpakai membeli kerbau yang entah kapan akan terjual. Periuk nasi didapurnya tinggal kerak hitam yang direndam santan hampir masam.






0 komentar:

Posting Komentar