Pages

Kamis, 03 Juni 2010

Kata orang ini dosa. Aku bilang ini Cinta

Siang ini kukumpulkan semua barang - barang Yanti yang kuanggap bisa meretakkan hubungan kami. Gaun biru muda pemberian Dimas, Gelang giok kado Dimas di Ulang Tahun Yanti yang ke dua puluh tiga. Yanti bilang itu bagus, bisa keluar sinar kalau di malam gelap. Buatku itu jelek karena aku tak suka pada pemberinya. Belakangan ini mereka mulai terlihat mesra. Bahkan sangat mesra. Pulang dan berangkat kerja selalu bersama. Seperti sudah tidak ada kegiatan lain saja. Aku tidak marah pada Yanti, aku hanya tidak suka pada Dimas. Semua ini harus kubakar. Yanti marah, urusan belakang.


***


" Kau melewatkan janji makan malam kita lagi kali ini, Yan "
" Aku minta maaf, tapi kali ini Dimas benar - benar membutuhkanku. "
" Kau sudah seperti pelacur pribadinya saja. Selalu harus ada saat dia butuh ! "
" Tolong, mengertilah. ! "

Yanti memelukku, merapatkan dadanya pada punggungku. Kenyal dan hangat. Ah, bagaimana aku bisa marah jika sudah begini. Aku luluh, birahiku terangsang. Tapi harus ku tahan. Tak mau semua ini merusak kemesraan kami.


***


" Hari ini aku mungkin pulang larut. Tak usah menunggu.Tidurlah duluan "
" Pergi dengan Dimas lagi ? Kemana ? "
" Ada praktek di lab. Kau taukan, aku harus lulus tahun ini."
" Ooohh... "

Aku sedikit lega, setidaknya dia mengabaikanku bukan karena lelaki itu. Ku akui, Dimas memang tampan, matang dan sudah bekerja. Apa yang dilihat Yanti dari ku ? Aku lebih muda dua tahun darinya, tempramental, dan masih terseok - seok menjalani perkuliahan sembari bekerja sebagai pelayan paruh waktu restoran cepat saji. Semua kulakukan agar Yanti bangga padaku. Itu saja.


***


Deru motor dan silau lampu spion dihalaman depan mengusik mimpi ku yang sedang bercinta dengan Yanti. Sial, aku hampir saja orgasme ! Semua buyar karena motor brengsek itu. Kusingkap tirai, ada Yanti yang sedang dicium bibirnya. Anjiiinngg !!! Aku benar - benar tidak terima. Aku cemburu. Harus kulakukan sesuatu. Yanti terkejut begitu melihatku yang berkacak pinggang didepan pintu. Begitu pun Dimas, silelaki sialan itu. Dia melepaskan ciuman haramnya, tergagap dan terburu - buru pulang tanpa pamit padaku. Dasar setengah banci.!


***


" Kau memalukan, Yanti ! Kau anggap apa aku. Hah ??!! "
" Maaf... Aku tak bermaksud.. "
" Kalau kau ingin menjaga perasaan ku, bukan begini caranya. Kita sudah empat tahun tinggal bersama.    Tetap saja kau menganggapku seperti kacungmu ! "
" Bukan begitu, percaya padaku. Aku tidak bermaksud merendahkanmu. Aku mencintainya, itu saja. Mengertilah. "

Ini perang pagi di awal musim yang cukup cerah. Ah, andai saja Yanti tak kembali memelukku. Aku pasti sudah menikamnya dengan pisau pengupas appel ini. Lagi - lagi aku luruh. Ku akui, aku sangat menyukainya, bukan, bukan hanya suka. Aku mengaguminya, lebih dari itu, aku mencintainya. Aku sudah mengenalnya sejak lama. Dia sepupuku, tidak begitu cantik namun mempesona, anggun dan dan sederhana. Tipikal wanita keibuan seperti yang aku dambakan.


***


" Kau lihat gaun yang baruku ? "
" Sudah kubakar kemarin siang ! "
" Kenapa ? Kau tau itu dari Dimas kan ? "
" Kau tidak pantas memakainya. Lagi pula dia lelaki brengsek ! "
" Kau mulai membosankan. Tidak ada hak kau melarangku. Aku mencintainya ! "


Kata - kata Yanti barusan membunuhku. Apa dia bilang ? Cinta Dimas ? Apa dia tidak tau kalau aku juga sangat mencintainya ? Bahkan cintaku lebih dari cinta lelaki bangsat itu padanya !


***


Sepertinya Yanti benar - benar marah padaku. Dia memasukkan semua pakaiannya dalam tas usang yang kuingat adalah tas yang kami beli dipasar bau amis empat tahun lalu. Aku bersalah sekali, tapi aku tidak ingin lari ke lelaki itu dan meninggalkanku. Aku bisa mati tanpanya.

" Mau kemana ? "
" Bukan urusanmu. Aku muak serumah denganmu ! "
" Kau mau kemana ?! "
" Pergi dari sini..!! "
" Kau tak boleh pergi. Aku bisa mati tanpamu "
" Kau mati saja kalau kau mau ! Aku tak perduli lagi..! "


***


Yanti pergi. Tak bisa kutahan, sekuat apapun usahaku. Aku benar - benar hampa tanpanya. Cinta ku padanya begitu kuat. Tidak sekedar kata gombal seperti yang dikatakan Dimas seperti yang sering kubaca diam - diam di pesan singkatnya pada Yanti.

Tanpa kusangka, ditengah keputus asaan ku memikirkan nasib cintaku yang tak berbalas dari Yanti, sore ini dia datang. Mengambil semua sisa barang nya yang tertinggal. Aku tak mau dia pergi lagi.

Tak kusia - siakan kesempatan ini. Kupeluk dia dari belakang. Aku dekap dia, seperti tiap kali dia meredakan marahku. Kekecup pangkal lehernya. Dia berontak, semakin kueratkan pelukanku. Dia menggeliat marah, tapi bagiku dia sedang menggelinjang penuh nafsu sepertiku. Kali ini, harus kukatakan sesuatu padanya.

" Yan, jangan pergi. Aku akan melakukan apa saja agar kau mau kembali kesini lagi. Jangan tinggalkan aku! " Pintaku memelas.

Dia mengacuhkanku, " Aku akan bertunangan dengan Dimas dua minggu lagi. Dan akan menikah bulan berikutnya. Datanglah kepertunanganku nanti. "

Sial, dia benar - benar membuatku kalap. Aku kedapur, bingung. Kulihat seutas kawat bekas jemuran yang putus. Kubawa kawat kekamar. Kukaitkan keleher Yanti. Dia berontak kehabisan nafas. Lalu perlahan mulai mulai merosot dari dekapanku. Dia mati. Aku mencintaimu Yanti. Tak ada siapapun yang boleh mencintaimu selain aku. Kau lebih baik mati jika tidak bersamaku. Aku terbahak. Puas sekali. Tapi tidak lama. Tiba - tiba aku seperti gila. Aku menangis sejadi - jadinya. Meraung. Kuingat desahan Yanti sebelum mati.

" Ayu,,, apa yang kau lakukan. Aku ini sepupumu. Dan aku akan menikah "

Aku tersadar. Nama ku Ayu. Ayu Prayitna Putri Hidayat.








1 komentar:

  1. mampir ke blog ak yah... hehe blog kampungan tepat'na. norak punya ak.

    BalasHapus