Pages

Sabtu, 26 Juni 2010

Seperti Radit dan Jani.

Sepasang kekasih itu lari saja menerobos rintikan hujan di Juni petang ini. Tak mereka gubris satpam mini market yang terseok - seok memegangi tali pinggangnya yang melorot. Yang dikejar tertawa saja, puas berhasil mencuri sekaleng biskuit dan beberapa teh botol, sekalian saja mereka menertawakan satpam yang akhirnya tak sanggup mengejar langkah - langkah panjang mereka. Satpam itu lupa, dia pernah bersumpah akan menangkap pengutil tetap di tempatnya mendapat upah.


****


” Kita seperti Radit dan Jani ya. “

” Iya, hanya saja aku lebih cantik dari si Jani. Dan kau tak sekurus si Radit, sayang. “

Lagi - lagi mereka terhanyut dalam buaian cinta tanpa syarat yang mereka arungi. Indah, juga memabukkan.


****


” Aku akan bilang apa sama Bapakmu itu ? “

” Bilang saja kau cinta aku. Habis itu kita kawin. “

” Kalau tak setuju ? “

” Kau culik saja aku ! Bodoh ! “

Setelah percakapan itu, mereka tak pernah kembali lagi untuk memohon restu dari siapa saja. Terlalu banyak syarat yang diberikan pada orang yang saling mencintai. Basi ! Kalau saling cinta, kenapa harus ditentang ?!


****


” KIta bilang saja sudah kawin kalau ada yang nanya. Beres. “

” Kalau mereka tanya surat nikah ? “

” Kita karang sajalah alasan yang masuk akal. “

” Apa misalnya ? “

” Rumah lama kita kebakaran. “

Kedua remaja itu kini mencoba bahagia. Makan dari hasil apa saja. Tak penting itu halal - haram. Dosa urusan belakang. Tuhan pasti maklum, mereka juga ingin senang.


****


Bulan belasan kali sudah melenggang. Dua manusia itu kini makin terbiasa dengan hidup rock n roll versi mereka. Serampangan tak karuan. Tapi, inilah seni nya cinta. Jika muluk - muluk saja, maka akan tak bernada.

” Sampai kapan kita hidup seperti ini ?  Aku lapar “

” Sabarlah, besok aku akan kerja. Butuh tukang parkir dilapangan olah raga itu, katanya. “

” Sampai kapan kau mau jadi tukang parkir ? “

” Sampai ada uang terkumpul untuk kita buka usaha. “

” Usaha apa ? “

” Aku akan buka bengkel.”

” Boleh aku jualan pecal disamping bengkelmu ? “

” Tentu saja. Kenapa tidak, sayang ? “

Kedua manusia itu asik dengan cerita masa depan buatan mereka. Terbayang cinta yang makin merekah setelah hidup semakin mewah. Indah memang.

” Tapi aku lapar. “

” Sini ku peluk. Kita tidur saling berhimpit saja. Biar tak lapar. “


****


Apa lacur kalau kata telah sesumbar tercelat dari mulut yang sedang khilaf ? Maka kedua manusia itu hanya duduk berjauhan.

” Aku cuma tidak mau kau terlihat kotor dengan berlepotan oli nantinya. Cari lah usaha lain, biar aku saja yang jualan pecal disana.”

” Lalu akan ada segerombolan lelaki genit yang mengendus - endus tengkukmu saat kau sedang memunggungi mereka menyiapkan pecal murahan itu ! “

” Kau tak percaya padaku ? “

” Aku percaya padamu. Aku hanya tak percaya pada lelaki - lelaki yang akan jadi pelangganmu ! Lagi pula, aku tak mau mencium aroma bawang dari tubuhmu saat malam.”

” Jadi kita mau usaha apa ? “

” Mendekatlah kemari, sayang. Kubisikkan sesuatu. “

Perempuan muda itu menurut saja. Pertengkaran mereka usai sampai disini. Terbaring berdua setelah perdebatan panjang adalah hal paling romantis.


****


Pemilik rumah kos itu sepanjang hari di tanyai polisi. Kenapa sepasang kekasih itu bisa mati. Yang ditanyai diam saja, jelas tak mengerti.

Begitu pun tetangga lainnya. Setahu mereka pasangan ini bagai Radit dan Jani. Selalu akur, seirama dalam tingkah.


****


” Kita harus seperti Radit dan Jani, bodoh ! Tak ada yang mampu memisahkan kita. “

” Kau membunuhku ? Kau bilang mencintaiku… “

” Aku tidak membunuhmu. Aku hanya tak ingin membiarkan mu dinikmati laki - laki lain, sayang. Kita akan selalu bersama. “

Jelas saja tak ada orang tau, perdebatan tentang pecal dan oli mampu memancing setan malam itu yang menyelinap dalam bentuk pisau dibalik jaket si lelaki.





****

Ide cerita ini, sebelumnya pernah saya baca disebuah majalah. Tapi, lupa kapan dan majalah apa. 

1 komentar: