Pages

Senin, 30 Mei 2011

Sensasi Media Menulis


Dulu sekali saat masih usia sekolah Menengah Pertama, saya dan teman-teman keranjingan menulis kisah harian di satu buku, Diary. Menurut saya, menulis Diary itu melahirkan sensasi tersendiri. Apa saja ditulis. Kisah dimarah orang tua, disetrap guru, berantem dengan sahabat, sampai ke  jumpa pandangan pertama si gebetan (Well, anak SMP udah ada loh yag cinta-cintaan). Ha ha ha !
MySpace


Sekarang, entah karena sudah ada media on line yang lebih menggoda, Diary mulai kehilangan pamor. Perlahan-lahan, orang mulai suka menulis di media virtual yang gratis. Saya ingat sekali, waktu di mana teman-teman saya di penghujung SMA mulai pamer sana-sini blog mereka. Asik mendesain template sesuai selera, memilih font dan pajang poto-poto. Awalnya saya masih kurang tertarik. Alasannya klise, sibuk. Saya mungkin pongah sekali pakai alasan sibuk. Padahal karena belum tergiur dan masih sayang si Mumu, sang Diary.


Yang paling saya ingat adalah saat pertama kali menginjak bangku kuliah, ada poster yang gedenya amit-amit terpampang di mading. Workshop tentang manfaat memiliki blog dan kompetisi blogger antar kampus. Workshop saya ikut, kompetisi? Karena belum punya blog, saya cukup jadi asisten teman mendesain template blognya biar jadi makin bagus. Saya masih belum terlalu tertarik dengan blog, ‘apaan sik? Ribet amat cuman ngurusin begituan doang’.
 

Di TV, dari pagi sampai malam, selama hampir semingguan berita tentang blog dan blogger marak, kalau gak salah di 2007. Saat yang sama juga dengan kehebohan teman di kampus. Mulai dari lahirnya komunitas blogger di berapa daerah di Ibukota, sampai mbak-mbak Artis yang juga ikutan punya blog. Artis yang paling menonjol waktu itu, mbak Sarah Azhari. WoW!! Mbak Sarah yang seksi dan artis yang notabene sibuk syuting sana-sini jadi blogger!


Pelan-pelan saya mulai tertarik ngeblog. Kemungkinan besar sih karena pengaruh mbak Artis. Jangan ketawa dulu, biasa juga kan Remaja tergiur ama segala bentuk yang bermerk Artis. Saya juga remaja waktu itu.

Akhirnya, saya punya blog. Bukan cuma satu, tiga sekaligus (Ngegaya dikit boleh dong). Entah apa isinya saya pokoknya tulis wae lah. Kadang, kalau saya baca-baca, ketawa sendiri. Childish minta ampun. Isinya gak lebih dari derita curhat menye-menye.


Sekarang, blog yang saya utamain cuma satu. Songong banget kayaknya punya tiga blog tapi dianggurin melulu. Dua lagi, saya kubur. Saya matiin. Koit deh itu blog dua.
MySpace

Kalau dulu alasan saya menunda punya blog karena sibuk. Sekarang alasan saya jarang up date blog karena malas. Kegiatan harian benar-benar menyita waktu. Cari ilmu, sosalisasi sana-sini (sosialisasi = main), gaul di jejaring sosial segala macam, semuanya benar-benar nguras waktu dan pikiran. Akibatnya, pas udah mau nulis, malas aja bawaannya. Padahal, idenya dan konsep tulisan (Jiah) udah ada di ujung otak.


Kalau diibaratkan anak, saya ini anak durhaka yang jarang banget merhatiin ortu.
Kalau diibaratkan sholat, kegiatan nulis blog udah kayak Sholat Idul Fitri yang cuma sekali setahun.
Kalau diibaratkan rumah, blog ini udah kayak rumah seram yang kotor banget karena jarang dibersihkan.
Saya buka contoh blogger baik. 

MySpace


Tapi coba kita berkaca pada pada Raditya Dika, Richard Miles si warga Adelaide, Alit Susanto. Keberhasilan mereka diawalin dari keisengan mereka ngeblog! Gak tanggung-tanggung, segala luar kota dan luar negeri dijalanin secara gratis dari hasil ngeblog. Okey, mungkin gak murni dari hasil ngeblog. Mungkin mereka keliling beberapa negara dari penjualan buku dan workshop penulisan. Tapi kan tetap aja hitungannya dari hasil ngeblog.


Secara sistematisnya, sebut saja Kambing Jantan-nya Raditya Dika, Bule Juga Manusia-nya Richard Miles yang bule asli, Shitlicious tulisan sesat nan jenaka Alit Susanto semua berawal dari keisengan mereka nulis kejadian sehari-hari di blog pribadi. Dari hasil nulis, dibuatlah jadi buku, ditawarin ke penerbit konvensional, dan mulai lahirlah karya yang belakangan jadi Best Seller.


Itu buku karena udah jadi buku laris, diajaklah mereka jalan-jalan ke luar kota sampai luar negeri buar promo buku sampai bagi-bagi ilmu terkait dengan kesuksesan mereka sebelumnya. Sebut saja Raditya Dika, penulis konyol ini udah hafal banget kali ya seluruh penjuru Indonesia karena keseringan workshop.


Mungkin kalau belum ada blog kayak jaman sekarang, entah seperti apa mereka sekarang. Raditya Dika mungkin cuma seorang Ahli Hukum, Richard Miles mungkin Cuma jadi guru Bahasa Indonesia di SMA di Adelaide atau Alit Susanto mungkin juga jadi guru Bahasa Inggris. Ketiga mereka bisa saja jadi orang sukses, tapi tetap tanpa embel-embel ‘Penulis’ sperti sekarang.


Dewasa saat ini, bukan hanya blog yang menyediakan ruang untuk menulis. Sebut saja, sosial media Friendster, Facebook dan Twitter.
Friendster dan Facebook dengan halaman note yang dipunya, membebaskan siapa saya membernya untuk menulis. Begitu juga dengan Twitter. Dengan yang hanya berisi 140 karakter huruf, memungkinkan penggunanya untuk memutar otak mencari cara menulis sesuatu dengan kapasitas sesedikit itu.


Sayangnya, kedua media sosial tadi kurang memperhatikan tampilan dari halaman note. Memang, media tadi merupakan jaringan yang diperuntukan khusus laman pertemanan dan berkabar keadaan harian. Tapi, pasti tidak sedikit dari pengguna adalah orang yang suka iseng menuliskan cerita mereka di sana.


Di halaman menulis jejaring sosial tadi, lumayan merumitkan bagi penulis untuk membuat link tautan, memuat video musik kegemaran. Kalau tak faham dengan kode HTML, alamat bakalan ribet urusannya.
Di blog yang tersedia sekarang ini, hambatan menulis seperti yang saya sebutkan tadi lumayan tak berdampak parah. Blog menyediakan dua pembacaan mudah, HTML dan Visual. Selain itu blog juga punya alat bantu yang bisa kita gunakan untuk memasang video, memasukkan foto, dan memajang musik dengan bantuan kode banner. Sesuatu kelemahan yang tak dimiliki media sosial.


Dari segi tampilan, jelas blog lebih beragam dan menarik. Kita bebas mengganti tampilan Template sesuka kita. Mau yang berbayar atau yang gratisan, tinggal pilih.


Meski sosial media dan blog punya ruang menulis sendiri, kesan yang tetap ditangkap oleh sebagian orang yang suka menulis adalah: Sosial Media tetaplah sebatas sosial media, hanya media pertemanan. Dan blog tetaplah pilihan utama untuk kenyamanan menulis, blog sudah punya ‘nama besar’ tersendiri. Satu fungsi di mana blog tetap tidak tergantikan oleh Sosal Media saat ini.


Selain itu, berbagi tulisan dan bertukar link lewat fasilitas blogroll yang ada di blog merupakan satu kelebihan yang tak dimiliki sosial media. Jika di sosial media disuguhkan halaman Beranda untuk melihat aktifitas teman-teman, blog menyediakan halaman Dasbor yang menyuguhkan tulisan terbaru maupun komntar yang datang dari teman-teman.


Blog dan Sosial media, meski sama-sama menyajikan hal yang memanjakan penulis, tetap saja punya keterbatasan pada porsi masing-masing di mata pencintanya. Sesuatu yang tidak akan menggeser dan meredupkan fungsi keduanya. Saya fikir, itu berlaku untuk sampai kapanpun.

________

catatan sikil: Postingan ini diikut sertakan dalam lomba “Blogger return contest' yang diselenggarakan oleh Mbak Anazkia dan Denaihati.

Do'akan saya yak, temans.
MySpace

4 komentar:

  1. gw kenal blog juga awalnya dari raditya dika nov. waktu abis baca buku kambing jantannya. dulu sempet bikin blog di fs. tapi udah diapus. gw juga kadang suka malu dan ketawa sendiri, baca tulisan2 gw di blog. hehehe

    btw saran gw, kalo kotak dialognya susah diilangin, mending kotak komennya ga usah pake verification nov. itu bikin jadi tambah lelet loadingnya.

    BalasHapus
  2. Kalo dibandingin ama lo, balom ada apa2nya gw. Ngeblog jg jarang bgt ini. :'(

    Eh, Makasih sarannya ya, Man. Udah diilangin tuh verification commennya. Sayangnya, gw geblek bgt masalah HTML, gak bisa deh ngehilangin pesan selamat datang itu.

    BalasHapus
  3. woaaaa... nice post!! ayo2 kampanyekan menyampah bermanfaat di internet!! :D

    BalasHapus