Gambar diunduh dari Google |
Siapa
yang tidak kenal dengan jagoan di film-film besutan sutradara besar Hollywood?
Sebut saja James Bond, Spiderman, Batman, Superman, Fantastic 4, dan silahkan
tambah sendiri daftar lainnya.
Menyoal
judul di atas, saya sebutkan women, bukan girls. Tentu tak perlu saya
berpanjang-panjang menjelaskan tentang perbedaan kedua kata di atas karena
siapapun yang membaca paham benar perbedaan keduanya. Baik dari segi usia,
sikap, dan sifat.
Tokoh
yang saya sebut di atas adalah para pahlawan super sempurna. Tampang keren,
tubuh bagus, pembela kebenaran, pembasmi kejahatan dan tentu saja digilai
banyak wanita. Lalu apa yang kurang? Sekilas memang tidak ada. Sekilas.
Sebut
saja James Bond. Mereka menjadikan pria Inggris nan flamboyan paruh baya itu
sebagai simbol spionase dengan citra berkelas. Pernah melihat rambut James Bond
yang klimis berkilat-kilat itu acak-acakan sehabis berkelahi? Sekian banyak
filmnya yang sempat saya tonton, tidak pernah. Paling juga luka-luka kecil dengan
seuprit darah di sela bibirnya.
Lalu
Spiderman, hadir dengan jaring lentur yang keluar dari jemarinya. Menyelamatkan
kekasihnya dengan begitu gentleman.
Melompat, merayap, mengeluarkan jala, menjadi pahlawan New York.
Lalu
lagi, ada Batman. Superman. Fantastic 4. Kita tahu cerita itu.
Di dalam
film, mereka benar-benar berhasil punya tempat di hati penikmatnya. Terutama penonton
perempuan. Sebagian akhirnya berandai-andai ‘jika saja’. Jika saja saya Marry
Jane, maka saya akan.. Jika saja super hero itu ada, mungkin saya adalah…
Bagi pria
efek yang ditimbulkan selepas menonton film itu (mungkin) sama seperti
perempuan di atas. Bedanya, untuk kaum lelaki, ‘jika saja’ menjadi perandaian
dari segi yang berbanding terbalik. Jika saja saya punya kekuatan super, maka
saya akan menyelamatkan dunia. Jika saja saya menjadi penyelamat dunia, maka
saya akan membuat pacar saja bangga.
Dan
itulah yang dijual produser serta sutradara tadi. Mimpi dan ilusi, tentunya!
Ilusi yang paling laku adalah ilusi tentang kekuatan. Ilusi ini kemudian
berkembang menjadi ilusi yang baik tetapi lebih banyak menjadi ilusi buruk yang
melenakan.
Tentu sebagian
ada yang menolak pesona para pahlawan super tadi dengan menghidupkan mereka
menjadi tokoh nyata sehari-hari. Begini…
Spiderman
hanya seorang juru poto keliling rendahan yang saking ‘sibuknya’ tidak pernah
punya waktu menonton pertunjukan teater kekasihnya. Tidak mampu mengutarakan
cinta pada Mary Jane meski mereka telah bertetangga sejak kanak-kanak. Dia
miskin, dan Mary Jane lebih memilih sahabatnya yang lebih kaya, sebelum Mary
Jane tahu bahwa Spiderman adalah Spiderman (namanya saya lupa, malas gooling).
Mary Jane matre? Tidak! Dia hanya bersikap realistis.
Lalu
Batman, dia hanya seorang pria tampan kaya yang cengeng, yang juga tidak punya
keahlian apa-apa tanpa peralatan canggihnya. Sebelas-dua belas dengan James
Bond. Tanpa bantuan tekhnologi canggih yang mereka miliki, dua puluh tahun
kemudian mereka mungkin akan menjadi lelaki tua genit yang makan saja harus
disuapi perawat seksi berdada 38B.
Pun
Superman, betapa malang nasibnya karena akhirnya dia menyaksikan perempuan yang
dicintainya menikah, punya anak dan hidup berbahagia dengan orang lain. Bukan
salah perempuannya, dia yang pergi terlalu lama tanpa kabar. Perempuannya tidak
setia? Bukan! Dia hanya bersikap realistis. Saya ulang dua kali biar efek
dramatisnya kerasa. Dia sudah melakukan hal yang benar, menikah dan berbahagia.
Untuk apa menunggu Clark yang hilang begitu saja. Sampai kapan? Ditembak juga
kagak, cuma dikasih kode dan di-php-in. Ora
sudi, Man!
Terakhir
ada fantastic 4, diketuai oleh lelaki gepeng yang lentur. Ilmuwan yang sarat
dengan simbol kelabilan ekonomi. Tagihan ini, tagihan itu, tagihan sana,
tagihan situ, perkara tagihan. Mengutarakan cinta? Koreksi saya kalau salah.
Bukannya Susan Storm yang ngungkapin duluan?
Mereka
memang super hero. Pahlawan yang membela hal-hal abstrak yang sebenarnya bisa
dilakukan para polisi jika saja peran polisi dan tentara tidak dibuat menjadi
boneka dungu dan pelengkap cerita agar durasi bertambah beberapa menit. Kalau
saya jadi polisinya, saya akan protes pada penulis ceritanya karena telah
merendahkan instansi penting negara ke level rendah serendah-rendahnya. Saya
sedikit miris, ketika sebuah negeri tidak bisa ‘diamankan’ oleh kekuatan besar.
Maka diciptakanlah satu pahlawan dengan segala kelebihannya, mampu menumpas
musuh seorangan. Fasilitas publik kacau balau serupa kebun singkong diamuk babi
hutan.
Untungnya
itu hanya fiktif yang meski digandrungi banyak pemirsa, dalam kenyataan, kisah
heroik itu tidak terjadi.
Lalu di
mana sinkronisasi antara judul dan kisah para pahalawan super? Ya, saya hampir
lupa kalau saja tidak diingatkan.
Bagi saya
pribadi, mereka benar pahlawan super. Tapi bukan jagoan. Menjadi pahlawan
adalah menjadi tokoh yang dielu-elukan, berjiwa penolong, heroik dan membuat
aman. Sedang jagoan adalah menjadi andalan. Kehadiran mereka disadari,
diharapkan dan membuat nyaman.
Gadis
remaja membutuhkan figur yang mampu membuat aman. Yang penting aman. Aman belum
tentu bisa mendatangkan kenyamanan maka itulah remaja putri masih tergila-gila
pada bad boy. Bertampang keren, otot
sebesar talas bogor, sedikit urakan dan tengil. Yowes, sing penting aman.
Perempuan
dewasa membutuhkan orang yang mampu diandalkan. Siklus usia menjadi wanita
dewasa menuntut mereka menemukan seseorang yang mampu membuat nyaman, aman saja
tidak cukup. Lapar bisa saja ditutupi dengan kenyang. Itu aman. tapi kenyang
belum tentu karena dia memakan makanan yang enak. Minum air segalon juga bikin kenyang
tapi tidak puas. Gambaran puas di sini yang saya sebut kenyamanan.
Wanita tidak lagi membutuhkan petualangan
hidup yang menggetarkan dengan pria heroik, jauh berbeda dengan para gadis
remaja. Terlalu beresiko menghabiskan umur dengan pria sebangsa Rambo. Itulah
kenapa dalam Sex And The City, Carrie
Bradshaw memilih hidup dengan Mr. Big yang matang daripada mantan kekasihnya si
pengusaha karpet yang masih doyan pelesiran.
Tidak
menutup kemungkinan: bahwa ada masanya laki-laki akan berevolusi menjadi pria.
Sayangnya, dalam masa proses yang memakan waktu itu, mungkin saja orang yang
anda cintai sepenuh hati telah termakan pesona pria yang telah lebih dulu
memberikannya kenyamanan.
Kenyaman tidaklah selalu disimbolkan dengan kemegahan. Tetapi sedikit kemegahan mampu mendatangkan kenyamanan. Itu kalimat klise yang entah siapa pertama kali mencetuskan, yang jelas saya mengamininya.
Hanya
laki-laki yang masih sibuk berkutat memikirkan keefektifan analisis SWOT
tentang pasangannya. Marcopolo saja, pemberani dan tangguh. Sementara, PRIA
PUNYA SELERA!!
hihihihihi.....yah,kenapa saya baru tahu blog ini???
BalasHapusIni namanya aja yang blog. Updatenya entah kapan. :))
HapusCakep kak postingannya, yaah lumayan kayak cakep nya spiderman , #halaaah
HapusApa kabar sayang??
HapusKenapa blogmu lama ditinggalin?
Hiyyyaaaa AKU SUPERMANNNNN :D
BalasHapusMan.. Man...
HapusJadi, celananya size apa? Eh?? :)))
Hayooo mau ngapain :p
Hapuskalau sama peter parker aku masih mau, deh. dia pekerja keras dan sayang keluarga :)
BalasHapusWaaahh. makasih banyak kunjungan tak terkiranya ya..
HapusSeneng bgt :)))
Gak usah mau sama si peter, dia sibuk bener ntar gak bisa nemenin jalan-jalan dia nya.
Kebanyakan perempuan sepertinya ogah yah digantungin? heh...
BalasHapus