Ini tulisan ke tiga untuk#postcardfictionEdisiValentine yang diadakan oleh Kampung FIksi.
Silahkan klik gambarnya untuk membaca lebih jelas atau kalo rada susah, ada yang lengkapnya di bawah.. Terimakasih._____________________________________
Dear Erlangga,
Lewat surat ini kukabarkan bahwa aku
baik-baik saja dan semoga begitu jugalah adanya denganmu. Mungkin ada sesisip rindu yang
kuwakilkan lewat kecup yang tak nyata dalam pekat malam yang semakin kelam.
Seperti apa kamu sekarang, Erl? Apa kamu rutin
mencukur bulu-bulu halus di dagumu dan makan dengan teratur?
Sejak malam
itu, Erl. Malam di mana aku tidak lagi pulang ke rumahmu hingga pagi bergulir
perlahan dan embun membasahi reranting randu yang tengah mekar. Malam itu, kukenangkan lagi
kenang-kenangan yang kita patri di setiap sudut hati kita yang mulai rapuh dan
menua.
Sebenarnya sudah lama ingin kukatakan bahwa
kepergianku bukan karena kesalahanmu. Tidak ada yang patut dipersalahakan dalam
hal ini, sayangku. Kalaupun ada yang patut dipersalahakan, satu-satunya adalah
diriku. Maaf karena aku tidak bisa seperti yang kamu harapkan, Erl.
Kekasihku Erlangga,
Aku bahkan belum berani menjawab pertanyaanmu
tentang seberapa cintanya aku padamu. Kamu ingat? Apa kamu percaya kalau aku
bilang, aku masih tak mampu menjawab, bahkan hingga sekarang? Cinta bukan
sekedar rasa yang hadir dari hati. Bukan.
Sejujurnya,
Bagiku, cinta lebih kompleks dari sekedar ungkapan
sajak picisan yang kerap kamu baca di buku-buku roman koleksimu. Cinta juga tak
harus diumbar. Cinta harusnya menempati ruang tergelap dalam jiwa kita yang
paling jujur.
Cinta
bukan sekedar kita merasa senang karena hasrat kita untuk bersama telah
terpenuhi. Lebih dari itu, Erl. Cinta tidak mesti melahirkan kesenangan, karena
senang bisa saja kita coba buat-buat.
Itulah kenapa aku tak pernah bisa
meyakinkan cintaku padamu seberapa besar dan seberapa lama aku akan bertahan
untuk terus mencintaimu. Cintaku padamu tak bisa kuutarakan, aku terlalu gugup
untuk bisa menjelaskan. Tak mengapalah sesekali kita menjadi pengecut.
Erlangga,
Baik kita sudahi saja perdebatan kita tentang cinta dalam definisiku yang tak pernah bisa kamu mengerti. Atau kita kembalikan saja semua pada ruang dan waktu, hingga kemudian hanya akan menjadi skenario hati masing-masing kita yang tidak akan pernah terjawab. Begitulah.
Baik kita sudahi saja perdebatan kita tentang cinta dalam definisiku yang tak pernah bisa kamu mengerti. Atau kita kembalikan saja semua pada ruang dan waktu, hingga kemudian hanya akan menjadi skenario hati masing-masing kita yang tidak akan pernah terjawab. Begitulah.
Aku hanya bisa bilang, akan kamu
temui jawaban tentang cintaku saat kita mulai menua menanti datangnya uban di
usia kita yang renta, dan aku tetap ada di sampingmu menyajikan kopi dengan
tangan bergemetar meski punggungku mulai bungkuk.
Tanganku yang menggigil akan tetap merengkuh pinggangmu yang berjalan tertatih dengan tongkat dan sendal yang kebesaran di kakimu, tetapi debar dalam hatiku tak pernah berhenti berdesir hebat tiap kali bersamamu.
Itulah saat dimana kita tak
membutuhkan cinta dimaknai dengan kata, Erl. Karena dalam cinta, kita tak butuh apapun untuk tetap
saling meyakinkan.
Cinta bagiku adalah sebuah kegigihan mempertahankan rasa yang rapuh. Karena dalam hidup, cinta bukanlah sebuah komitmen yang bisa kita rencanakan akhirnya tanpa adanya kehambaran. Tidak bisa kupungkiri bahwa ragumu padaku tentang cinta adalah hal mutlak, yang selalu saja kuhindari. Aku tidak bisa memberikan apapun jawaban yang membahagiakanmu, Erl.
Sayangku,
Seandainya kutemukan jalan lain yang
terbuka untuk kita, ah! Tak perduli harus menerobos ilalang atau tersandung
kerikil panas, akan tetap berpegangan pada genggam tanganmu yang erat.
Jika terus kupaksakan, pada akhirya, kamu dan aku akan
kembali pada jalan yang kita terabas mula-mula sekali. Akan tiba masanya kita
saling menjauh, berdiam pada masing-masing angkuh kita yang membakar, tunduk
pada ego yang mengoyak kenangan. Jejak
kita yang tertinggal akan membelah, membelah, lalu berkumpul menjadi kenangan
yang kesepian.
.
Aku
terlalu takut menghadapi apa yang di ada depan kita, maaf juga jika kamu
menganggapku terlalu egois dan tidak pernah memberi kabar bahkan hanya lewat
telepon.
Kuharap jangan pernah terbersit di
hatimu untuk membenciku, meskipun itu tetaplah hakmu yang tidak bisa kusangkal.
Baik kita saling melupakan apa yang
telah kita lalui sebagai hal yang patut dikenang saja. Tidak lebih, tidak
lebih, Erlangga.
Di sini mati-matian aku menata hati
kembali. Mengembalikan semua yang telah terserak dan berburai menjadi satu
mozaik yang dapat kugenggam sebagai pengingat.
Maafkan aku,
Erlangga. Maaf.
Dengan sepenuh cinta,
Kekasihmu
Surat untuk kekasih Hal. 1 |
Surat untuk kekasih hal. 2 |
Gue kagum sama orang-orang yang bikin sesuatu yang fiktif tapi kerasa riil. Itu aja yang gue bilang, dan kalau boleh kasih nilai, gue kasih 8 deh... Hehehe
BalasHapusTengkiyu, Maaann.
BalasHapusCerpen-cerpen lu juga lumayan. Jarang bgt gw nemuin cerpenis cowok yang nulis cerita romantis.