Dear Fauzan,
Lewat surat ini
kukabarkan padamu bahwa aku baik-baik saja dan semoga begitu jugalah adanya
denganmu.
Sebenarnya sudah
lama ingin kukatakan bahwa kepergianku bukan karena kesalahanmu. Juga bukan
karena dia. Tidak ada yang patut dipersalahakan dalam hal ini, sayangku.
Kalaupun ada yang patut dipersalahakan, satu-satunya adalah diriku.
Maaf karena aku tidak
bisa setia seperti yang kamu harapkan, Fauzan.
Bukan karena aku
tidak cinta padamu, bukan pula karena kamu tidak menarik. Sangat klise jika
kukatan jika selama ini kamu terlalu baik. Tapi bukankah sebagian besar yang
adanya di dunia ini memang klise?
Kita bertemu,
akrab, jatuh cinta lalu saling menjauh adalah satu dari banyak hal klise?
Anak yang terlahir
dari rahim seorang ibu, besar, dewasa, menikah lalu meninggalkan ibunya juga
klise? Bukankah banyak janji-janji manis yang diumbar lalu terbiar begitu saja
tanpa satu perwujudan juga hal yang klise?
Fauzan, kasihku
Kuharap jangan
pernah terbersit di hatimu untuk membenciku, meskipun itu tetaplah hakmu yang
tidak bisa kusangkal.
Baik kita saling
melupakan apa yang telah kita lalui sebagai hal yang patut dikenang saja. Tidak
lebih, tidak lebih, Fauzan.
Di sini mati-matian
aku menata hati kembali. Mengembalikan semua yang telah terserak dan berburai
menjadi satu mozaik yang dapat kugenggam
sebagai pengingat.
Fauzan, cintaku
Maafkan jika sampai
hari ini belum bisa kutetapkan hati untuk memilihmu. Sekali lagi, sekali lagi,
Fauzan. Tidak ada yang salah denganmu.
Fauzan, belahan
jiwaku
Terima kasih atas
segala yang telah kamu berikan.
Cinta. Rindu.
Sayang. Semuanya. Semua yang sangat kusayangkan, yang tak mampu aku
menerimanya. Terlalu besar yang kamu berikan padaku, Fauzan.
Fauzan, permata
hidupku
Semoga ini menjadi
kesalahan terakhirku menyia-nyiakan kebaikan kekasih sepertimu. Kelak, akan kau
temukan cinta seperti yang kamu dambakan. Pasti ada, Fauzan. Pasti ada. Pasti
ada satu untukmu. Kelak.
Fauzan,
Tak bisa kupungkiri
bahwa sekuat apa aku berusaha mencintaimu, semakin kuat pula ingatan akan cinta
yang telah lalu membayangiku.
Ada dia di matamu.
Ada dia di matamu.
Ada dia di senyummu, ada dia di indahmu. Dan ada dia di sini. Di hatiku.
Fauzan,
Baik kubatalkan
saja meja panjang di pojok restaurant yang telah lama kita pesan. Karena aku
tak mungkin duduk sendiri tanpa hadirmu. Aku tidak ingin terlihat sangat
menyedihkan dengan kesendirian, dengan kesepian, dengan segala hampa yang
melekat.
Fauzan, kekasihku
Lelaplah dalam
tidurmu. Do’aku menyertaimu selalu. Suatu saat kita akan bertemu, menikmati
indah dari cakrawala yang kita lukis, bersama. Sampai jumpa kekasih terbaik.
Pesankan stu tempat terbaik untukku di sini, sayang.
Sampai bertemu di
kehidupan yang belum pernah kita mengerti.
untuk saya gak lihat suratnya diakhiri dengan
BalasHapus"kasihmu, Fauzi"
Fauzan bunuh diri nih ceritanya? atau...?
BalasHapusFauzan mati? :(
BalasHapus